PERCOBAAN III
A.
Judul :
Pemisahan dan Penentuan Asam Lemak dari Sabun
B.
Tujuan : Agar
Mahasiswa dapat memahami penggunaan dan prinsip kerja Ekstraksi
C.
Dasar Teori
Salah satu cara untuk membersihkan
tubuh pada waktu mandi adalah dengan menggunakan sabun mandi. Sabun
adalah garam alkali dari asam-asam lemak dan telah dikenal secara umum oleh
masyarakat karena merupakan keperluan penting di dalam rumah tangga sebagai
alat pembersih dan pencuci.
SNI (1994) menjelaskan bahwa sabun
mandi merupakan pembersih yang dibuat dengan mereaksikan secara kimia antara
basa natrium atau basa kalium dan asam lemak yang berasal dari minyak nabati
dan atau lemak hewani yang umumnya ditambahkan zat pewangi atau antiseptik pada
suhu 80-100oC dan digunakan untuk membersihkan tubuh manusia dan
tidak membahayakan kesehatan. Sabun tersebut dapat berwujud padat, lunak atau
cair, berbusa dan digunakan sebagai pembersih.[1]
“Sabun” adalah dari senyawa garam asam-asam lemak
tinggi, seperti natrium stereat C17H35COO-Na+.
Aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkam dari kekuatan pengemulsian dan
kemampuan menurunkan teganggan permukaaan dari air. Konsep ini dapat dipahami
dengan pengingat kedua sifat dari anion sabun. Suatu gambaran dari stearat
terdiri dari ion karboksil sebagai “kepala” dengan hidrokarbon yang panjang
sebagai “ekor” (Rukaesih, 2004).[2]
Garam
natrium atau kalium yang dihasilkan oleh asam lemak dapat larut dalam air
dikenal sebagai sabun. Sabun kalium disebut sabun lunak dan digunakan sebagai
sabun untuk bayi. Asam lemak yang digunakan untuk sabun umumnya adalah asam
palmitat atau stearat. Dalam industri, sabun tidak dibuat dari asam lemak
tetapi langsung dari minyak yang berasal dari tumbuhan. Minyak adalah ester
asam lemak tidak jenuh dengan gliserol. Melalui proses hidrogenasi dengan
bantuan katalis Pt atau Ni, asam lemak tidak jenuh diubah menjadi asam lemak
jenuh, dan melalui proses penyabunan dengan basa KOH dan NaOH akan terbentuk
sabun dan gliserol.
Molekul
sabun terdiri atas rantai hidrokarbon dengan gugus COO- pada
ujungnya. Bagian hidrokarbon bersifat hidrofob artinya tidak suka pada air rantai
tidak mudah larut dalm air, sedangkan gugus COO-
bersifat hidrofil, artinya suka akan air, jadi dapat larut dalam air. Oleh
karena adanya dua bagian itu, molekul sabun tidak sepenuhnya larut dalam air,
tetapi membentuk misel yaitu kumpulan rantai hidrokarbon dengan ujung yang
bersifat hidrofil dibgian luar (poejiadi, 2007).[3]
Sabun
yang akan kita gunakan dalam pemisahan atau penentuan titik ekivalen kadar asam
lemak dan juga menganalisis volumetrinya adalah sabun shinzui seperti terlihat
pada gambar 1 dibawah:
Gambar
1:
Sabun shinzui
Asam lemak (bahasa Inggris: fatty
acid, fatty acyls) adalah senyawa alifatik dengan gugus karboksil.
Bersama-sama dengan gliserol, merupakan
penyusun utama minyak nabati atau lemak dan merupakan bahan baku untuk semua
lipida pada makhluk hidup. Asam ini mudah dijumpai dalam minyak masak (goreng),
margarin, atau lemak hewan dan menentukan nilai gizinya. Secara alami, asam
lemak bisa berbentuk bebas (karena lemak yang terhidrolisis) maupun terikat
sebagai gliserida.
Asam lemak merupakan asam lemah, yang di dalam air
akan terdisosiasi sebagian. Umumnya asam lemak berfase cair atau padat pada
suhu ruang (27 °C). Semakin panjang rantai karbon penyusunnya, semakin mudah
membeku dan juga semakin sukar larut. Asam lemak dapat bereaksi dengan senyawa
lain membentuk persenyawaan lipida.
Lemak
atau asam alkanoat atau asam karboksilat umumnya disusun oleh asam lemak rantai
panjang yang memiliki ikatan tunggal atau jenuh sedangkan minyak banyak disusun
oleh asam lemak rantai panjang dengan ikatan rangkap atau tak jenuh.
Keberadaan
ikatan rangkap dan panjang rantai ini menyebabkan asam lemak penyusun lipida
memiliki dua jenis wujud yang berbeda pada suhu ruang. Dua wujud lipida yang sering
kita temukan adalah lemak dan minyak. Lemak pada suhu ruang berwujud padat
sedangkan minyak pada suhu ruang berwujud cair.(Nuryan Taha
2012)[4]
ü Rumus
Struktur dan Tata Nama Lemak
Lemak adalah ester dari gliserol dengan asam-asam karboksilat
suku tinggi. Asam penyusun lemak disebut asam lemak. Asam lemak yang
terdapat di alam adalah asam palmitat (C15H31COOH), asam stearat (C17H35COOH),
asam oleat (C17H33COOH), dan asam linoleat (C17H29COOH). Pada lemak, satu
molekul gliserol mengikat tiga molekul asam lemak, oleh karena itu lemak adalah
suatu trigliserida. Struktur umum molekul lemak seperti terlihat pada
ilustrasi dibawah ini:
Pada rumus struktur lemak di atas, R1–COOH, R2–COOH, dan R3–COOH
adalah molekul asam lemak yang terikat pada gliserol.
Nama lazim dari lemak adalah trigliserida. Penamaan lemak dimulai dengan kata gliseril yang diikuti oleh nama asam
lemak. Contoh :
Gliseril tristearat (tristearin) gliseril trioleat (triolin) gliseril lauro (palmitostearat)
(Barifbrave
: 2009)[5]
ü Jenis-jenis
Asam Lemak
Molekul
lemak terbentuk dari gliserol dan tiga asam lemak. Oleh karena itu,
penggolongan lemak lebih didasarkan pada jenis asam lemak penyusunnya.
Berdasarkan jenis ikatannya, asam lemak dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a.
Asam lemak jenuh
Asam lemak jenuh, yaitu asam lemak
yang semua ikatan atom karbon pada rantai karbonnya berupa ikatan tunggal
(jenuh). Contoh: asam laurat, asam palmitat, dan asam stearat.
b.
Asam lemak tak jenuh
Asam lemak tak jenuh, yaitu asam lemak
yang mengandung ikatan rangkap pada rantai karbonnya.
Contoh:
asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat.
Adapun
rumus struktur dan rumus molekul beberapa asam lemak dapat dilihat pada tabel dibawah.
Rumus
Struktur dan Rumus Molekul Asam Lemak
Rumus Lengkap
|
Rumus
Molekul
|
Nama
Asam Lemak
|
a. Asam lemah jenuh:
CH3(CH2)10COOH
CH3(CH2)14COOH
CH3(CH2)16COOH
|
C11H23COOH
C15H31COOH
C17H35COOH
|
Asam Laurat
Asam Palmitat
Asam Stearat
|
b. Asam lemak tak jenuh:
CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH
CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7COOH
CH3CH2CH=CHCH2CH=CHCH2CH=CH(CH2)7COOH
|
C17H33COOH
C17H31COOH
C17H29COOH
|
Asam Oleat
Asam Linoleat
Asam Linolenat
|
(Anonim
: 2009)[6]
Ekstraksi adalah metode pemindahan zat
terlarut atau solute diantara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Prinsip
metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut
yang tidak saling bercampur, seperti benzene, karbon tetraklorida, atau
kloroform. Batasnya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang
berbeda dalam kedua fase pelarut. Dengan ekstraksi dapat dipisahkan dua atau
lebih zat berdasarkan perbedaan koifisien distribusinya, sehingga suatu zat
dapat dipisahkan dan diambil dari campurannya untuk dibuat kadarnya menjadi
lebih tinggi. (Bresnik : 2003)[7]
Ekstraksi pelarut umumnya digunakan
untuk memisahkan sejumlah gugus yang diinginkan dan mungkin merupakan gugus pengganggu
dalam analisis secara keseluruhan. Kadang- kadang gugus-gugus penganggu ini
diekstraksi secara selektif. Selanjutnya proses pemisahan dilakukan dalam
corong pisah dengan jalan pengocokan beberapa kali.
Untuk memilih jenis pelarut yang sesuai harus diperhatikan
factor-faktor sebagai berikut:
1.
Harga
konstanta distribusi tinggi untuk gugus yang bersangkutan dan konstanta
distribusi rendah untuk gugus pengotor lainnya.
2.
Kelarutan
pelarut organic rendah dalam air.
3.
Viskositas
kecil dan tidak membentuk emulsi dengan air
4.
Tidak
mudah terbakar dan tidak bersifat racun.
Ekstraksi pelarut menyangkut distribusi suatu zat terlarut
(solut) di antara dua fasa cair yang tidak saling bercampur. Teknik ekstraksi
sangat berguna untuk pemisahan secara cepat dan bersih baik untuk zat organik
maupun zat anorganik.
Daya larut suatu zat dalam zat lain, dipengaruhi oleh jenis
zat pelarut, jenis zat terlarut, temperatur dan tekanan, zat-zat dengan
struktur kimia yang mirip umumnya dapat bercampur dengan baik, sedangkan yang
tidak mirip biasanya sukar bercampur (like disolves like). Air dan alkohol
bercampur sempurna (partially miscible) sedangkan minyak dan air sama sekali
tidak bercampur(Sukardjo : 1997)[8]
Dalam laboratorium ekstraksi dapat
dipakai untuk mengambil zat terlarut dalam air dengan menggunakan
pelarut-pelarut organik yang tidak bercampur dengan air. Dalam industri,
ekstraksi dipakai menghilangkan zat-zat yang tidak disukai yang terkait dalam
produk.
ü Hukum distribusi
Partisi zat terlarut (solut) dalam
dua pelarut yang tidak bercampur ditentukan oleh hukum distribusi. Jika solut A
terdistribusi dalam suatu fase air dan organi, maka kesetimbangan yang
dihasilkan dapat ditulis sebagai berikut:
Aaq Aor
Dimana
aq dan or masing-masing adalah fasa air dan fasa organik. Rasio aktifitas A
dalam kedua fasa tersebut konstan dan tidak tergantung pada jumlah total A.
Dengan demikian pada sembarang campur.
K=
Dimana
konstanta kesetimbangan K adalah koefisien partisi atau koefisien distribusi.
Pernyataan dalam kurung adalah aktifitas A dalam dua pelarut yang sering
diganti dengan konsentrasi untuk larutan yang relatif encer. Harga K sering
merupakan pendekatan perbandingan kelarutan A pada masing-masing pelarut.
Keadaan
solut dalam dua pelarut tersebut kemungkinan berbeda sehingga akan lebih baik
jika kesetimbangan dituliskan :
K=
Koefisien
partisi dapat dipakai untuk menetapkan kondisi percobaan yang diperlukan agar
suatu solut dapat ditransfer dari satu pelarut ke pelarut yang lain. (Team
teaching : 2013)[9]
Angka banding distribusi menyatakan
perbandingan konsentrasi total zat terlarut dalam pelarut organik (fasa organik)
dan pelarut air (fasa air). Jika zat terlarut itu adalah senyawa X maka rumus
angka banding distribusi dapat ditulis:
Untuk keperluan analisis kimia
angka banding distribusi (D) akan lebih bermakna dari pada koefisien distribusi
(Kd). Pada kondisi ideal dan tidak terjadi asosiasi, disosisi atau
polimerisasi, maka harga Kd sama dengan D. Harga D tidak konstan, karena tidak
tergantung kondisi reaksi, antara lain PH fasa air, konsentrasi pengkompleks.
Untuk melihat hubungan D dengan Kd secara sederhana dapat
dipelajari ekstraksi asam lemah berbasa satu
dalam fasa air dan fasa organik. Dalam
fasa air dan fasa organik. Dalam fasa air, HA terionisasi menjadi H+ dan
A-. Anion sisa asam
tidak larut dalam fasa organik.
Besaran-besaran kesetimbangan yang berpengaruh setelah kesetimbangan tercapai
adalah: (1) Ka (tetapan ionisasi asam lemah HA); (2) DHA (angka banding distribusi);
(3) KDHA (Koefisiendistribusi asam lemah HA).
Selanjutnya hubungan D dengan KD dapat dicari sebagai berikut:
HA H+ +
A-
D
…………………………………………………………………………..
(1)
KDHA
……………………………………………………………………………………………………………… (2)
Ka
………………………………………………………………………………………………………………… (3)
d
………………………………………………………………………………………………………………… (4) Bila persamaan (4) disubtitusikan kdalam persamaan 5 dan 6.sebagai
berikut :
atau
…………………………………………………. (5)
Bila persamaan (2) disubstitusikan
kedalam persamaan (5) akan diperoleh persamaan (6) sebagai berikut:
………………………………………………………………………………… (6)
Persen terekstraksi adalah banyaknya mol yang
terekstraksi kedalam fasa organik dibagi dengan banyaknya mol total dalam fasa
organik dan fasa air dikalikan 100. Pernyataan ini dapat ditulis dengan rumus:
Bila kedua penyebut dan
pembilang dibagi dengan
dan kemudian dibagi dengan
serta karena
, maka penyelesaian persamaan diatas
menghsilkan rumus :
Ket:
Va = Volume
fasa cair
Vo= volume fasa
organik
Persamaan diatas akan
menjadi lebih sederhana bila Va = Vo sehingga diperoleh
Dalam kasus volume kedua fasa pelarut sama (Va
= Vo), maka dapat dibuktikan bahwa solut sama sekali tidak akan
terekstrak, jika D lebih kecil 0.001, dan akan terekstrak secara kuantitatif
jika D lebih besar dari 1000. Persen terekstraksi akan berubah dari 99,5 sampai
99,9 % jika harga D di dua kalikan, misalnya dari 500 manjadi 1000.[10]
ü Karakteristik percetakan
Dari
permasalahan diatas maka penulis ingin menyelidiki kadar alkali bebas (NaOH),
kadar air, kadar asam lemak bebas dan kadar metanol yang terdapat didalam sabun
mandi shinzui. Sehingga konsumen sabun mandi shinzui mengetahui informasi
tentang kandungan yang terdapat dalam sabun mandi kecantikan atau sabun mandi
kesehatan tersebut.
D. Alat & Bahan
ü
Alat
No
|
Gambar alat
|
Nama
|
Fungsi
|
1
|
Alas Statif
|
Untuk menyangga statif
|
|
2
|
Klem
|
Untuk menyangga corong pisah
|
|
3
|
Spatula
|
Untuk mengambil dalam bentuk padat
dari wadahnya
|
|
4
|
Cawan porselin
|
Sebagai tempat iod pada proses penimbangan
|
|
5
|
Batang pengaduk
|
Untuk mengaduk larutan iod
|
|
6
|
Gelas ukur
|
Untuk mengukur volume larutan iod
|
|
7
|
Neraca analitik
|
Untuk menimbang iod
|
|
8
|
Corong
|
Sebagai mempermudah memasukkan larutan iod ke dalam corong pisah
|
|
9
|
Pipet tetes
|
Untuk mengambil larutan dalam jumlah sedikit
|
|
10
|
Gelas kimia
|
Sebagai tempat larutan iod
|
|
11
|
Corong pisah
|
untuk memisahkan larutan yang tidak saling campur
|
|
12
|
Buret
|
Alat untuk
proses titrasi
|
ü Bahan
NO
|
Nama
Alat
|
Sifat
Fisik Dan Kimia
|
1. 1
|
Sabun
shinzui
|
-
Padat
-
Putih
-
Mengandung asam lemak stearat
-
Bersifat basa jika dilarutkan dalam
air
|
2. 2
|
Aquadest
|
- Polar
- Cairan
tak berwarna
- Titik
didih 1000C dan titik leleh 00C
-
Pelarut universal
|
3. 3
|
Indikator
Phenolpthalein
|
- Daerah
PH 8,3-10,0
- Tidak
berwarna dalam larutan asam
- Berwarna
merah dalam larutan basa
|
4. 4
|
NaCl
jenuh
|
- Berat molekul
: 58,45 gr/mol
- Titik lebur, 1 atm : 800,40 C
- Titik didih, 1 atm : 14130 C
- Densitas : 1,13 gr/ml
- Energi bebas Gibbs (25°C) : -201.320
kj/mol
- Kapasitas
panas (25°C) : 1,8063 cal/mol 0 C
- Kelarutan, 00C : 35,7 gr/ 100 gr
H2O
- Kelarutan,
1000C : 39,8 gr/ 100 gr H2O
- Tekanan uap,
1 atm : 14650 C
- Panas penguapan, 1 atm : 40.810
cal/mol
- Dengan perak nitrat membentuk
endapan perak klorida
NaCl + AgNO3 → NaNO3 + AgCl
-
Dengan timbal asetat membentuk endapan putih timbal
klorida
NaCl + PbAc → NaAc + PbCl2
|
5. 5
|
n-heksan
|
-
Bersifat non polar
-
Tidak larut dalam air
-
Memiliki rumus molekul C6H14
-
Larut dalam CCl4
-
Berbau menyengat
|
6. 6
|
Methanol
|
- Berat
molekul, gram/mol : 32,042
- Titik
didih (1atm), oC : 64,7
- Suhu
kritis,oC : 239,43
- Tekanan
kritis, kPa : 8096
- ∆Hf
(liquid) pada 25oC, J/mol : -201.170
- ∆Gf(liquid)
oada 25oC, J/mol : -162.620
- Densitas
pada 25oC, g/ml : 0,787
Kapasitas panas cair, J/mol oK
- Reaksi
dengan asam karboksilat
2CH3OH + RCOOH --------> CH3OCH3 + H2O
- Reaksi
dengan asam klorida
CH3OH + HCl --------> CH3Cl + H2O |
7. 7
|
NaOH
0,01 M
|
- Berbentuk
putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun
larutan jenuh 50%
- Bersifat lembab cair
- Sangat larut dalam air dan akan melepaskan
panas ketika dilarutkan.
- Sangat
basa, keras, rapuh dan menunjukkan pecahan hablur.
- Titik
leleh 318 °C
- Titik didih 1390 °C.
|
E.
Prosedur Kerja
Sabun
shinzui
|
- Memotong
kecil-kecil sabun batangan shinzui
- Menimbang
0,5 gram
- Melarutkan
dengan 400 ml air aquadest
Larutan
sabun
shinzui
|
- Menambahkan
1-3 tetes phenoptalein
- Memanaskan
hingga hampir mendidih
- Mendinginkan
kemudian mengencerkan sampai 500 mL dalam labu takar
500
ml Larutan sabun
|
- Mengambil
20 ml larutan sabun ini menggunakan pipet tetes, dan memasukkannya kedalam
corong pisah
- Menambahkan
10 ml n-heksan
-
emulsi
|
- Menambahkan
10 mL NaCl jenuh karena terbentuk emulsi
- lalu
mengocok selama 10-15 menit
- Mendiamkan
selama beberapa menit lalu memisahkan lapisan n-heksan
Lapisan
atas adalah n-heksan Berwarna keruh
|
Lapisan
bawah adalah air sabun berwarna merah muda
|
- Memasukkan
kembali kedalam corong pisah
- Menambahkan 10 mL
n-heksan dan 4 tetes indikator pp
- Mengocok selama
10-15 menit
- Mendiamkan
beberapa menit
- Memisahkan
larutan n-heksan
Lapisan
atas n-heksan berwarna keruh
|
Lapisan
bawah air sabun berwarna merah mudah pudar
|
- Memasukkan kembali kedalam
corong pisah
- Menambahkan 10 mL n-
heksan
- Mengocok selama 10-15
menit
- Mendiamkan beberapa
menit
- Lalu memisahkan
larutan n-heksan
Lapisan
atas n-heksan berwarna keruh
|
Lapisan
bawah air berwarna keruh
|
Lapisan
atas n-heksan yang terkumpul
|
- Memasukkan
n-heksan kembali kedalam corong pisah
- Menambahkan
10 ml air
- Mengocok
selama 10-15 menit
- Mendiamkan
selama beberapa menit
- Memisahkan
lapisan air dan n-heksan
Lapisan
atas fasa organik (n-heksan)
bewarna keruh
|
Lapisan
bawah fasa air
Berwarna
bening
|
- Menambahkan 20 mL
methanol
- Mengocok
10-15 menit
- Mendiamkan beberapa
menit kemudian memisahkan n-heksan dan methanol
Lapisan
atas fasa organik (n-heksan)
bewarna keruh
|
Lapisan
bawah fasa methanol
Berwarna
bening
|
- Memasukkan
kedalam
Erlenmeyer 150 ml
- Menambahkan
2 tetes phenoftalein
-
Larutan
n-heksan berubah menjadi merah muda dengan volume NaOH yang digunakan
sebanyak 0,9 mL
|
E. Hasil Pengamatan
F. Hasil pengamatan
Perlakuan
|
Hasil
Pengamatan
|
-
Menimbang kurang lebih 0,5 gram
sabun shinzui yang telah dipotong-potong kecil-kecil
-
Melarutkannya dalam 400 mL aquadest
-
Menambahkan dengan 1-3 tetes
phenoftalein
-
Memanaskan
-
Mendinginkan
-
Mengencerkan sampai 500 mL dalam
labu takar
-
Mengambil 20 mL larutan sabun dengan
pipet
-
Memasukan kedalam corong pisah
-
Menambahkan 10 mL n-heksan
-
Mengocok
-
Menambahkan 10 mL larutan NaCl
jenuh
-
Mengocok 10-15 menit kemudian
dibiarkan beberapa menit
-
Lapisan n-Heksan dipisahkan
-
Ekstrak dilakukan 3 kali pada
lapisan n-heksan.
-
Lapisan n-Heksan dimasukan kedalam
corong pisah
-
Menambahkan 10 mL air dan 4 tetes
indikator pp. Kemudian mengocoknya.
-
Dibiarkan
-
Lapisan air dibuang
-
Kemudian menambahkan 10 mL air
kedalam n-heksan lalu mengocoknya
- Lapisan
n-heksan ditambahkan dengan 10 mL air, kemudian diekstrak hingga beberapa
kali sampai warna hilang.
- Kedalam laipsan n-heksan,
menambahkan 20 mL metanol, lalu dikocok selama 10-15
menit.
- Lapisan
n-heksan dipisahkan kedalam erlenmeyer, kemudian
- Menambahkan 2 tetes indikator
penoftalein.
- Menitrasi
dengan NaOH 0,01 N
|
- Busa
yang kena tetesan phonoftalein hilang
- Setelah
dipanaskan busa menjadi tambah banyak.
- Busa
berkurang
- Terbentuk
Emulsi
- Terbentuk
dua lapisan
- Terbentuk
dua lapisan
- Lapisan
bawah air warnanya pink
- Lapisan
atas n heksan berwarna keruh
- Terbentuk
dua lapisan
- Lapisan
bawah berwarna pink
- Lapisan
atas berwarna keruh
- Warna
bening
- Larutan
berwarna bening
- Volume
NaOH yang terpakai 0,9 mL
- Larutan
berwarna pink.
|
Perhitungan
Dik : Volume NaOH =
0,9 mL
Mol NaOH = 0,01
mol
Berat sampel = 0,5 gr
atau 500 mg
Volume larutan sabun = 500 mL
Volume n-heksan = 30 mL
Dit : kadar asam lemak pada sabun shinzui ?
Peny : V1.M1 = V2.M2
V1NaOH.M1 = V2n-heksan.mol/L
V1.M1 = V2.
V1.M1 =
gr =
x 100%
=
x
100%
=
x 100%
= 8,53%
G. Pembahasan
Ekstraksi pelarut umumnya digunakan
untuk memisahkan sejumlah gugus yang diinginkan dan mungkin merupakan gugs penganggu
dalam analisis secara keseluruhan. Kadang- kadang gugus-gugus penganggu ini
diekstraksi secara selektif. Selanjutnya proses pemisahan dilakukan dalam
corong pisah dengan jalan pengocokan beberapa kali.
Prinsip metode ini didasarkan pada
distribusi zat terlarut dengan
perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, seperti
benzene, karbon tetraklorida, atau kloroform. Batasnya adalah zat terlarut
dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase pelarut.
Pada praktikum ini yang kami (praktikan)
lakukan adalah memisahkan dan menentukan kadar asam lemak dari sabun shinzui
dengan menggunakan metode ekstraksi. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat
terlarut dengan perbandingan tertentu
antara dua pelarut yang tidak saling bercampur.
Langkah awal yang
kami lakukan ialah membuat larutan dari sabun shinzui dengan memotong
kecil-kecil sabun, hal ini dilakukan agar sabun cepat larut dalam H2O
dengan kata lain semakin kecil ukuran partikel maka semakin besar luas
permukaan. Selanjutnya menimbang 0,5 gr pada neraca analitik, kemudian sabun
dimasukan kedalam gelas kimia dan melarutkan
dalam 400 mL H2O. Kemudian melakukan pengadukan agar proses pelarutannya
cepat, dan dalam proses pengadukan terbentuk emulsi.
Berikut
adalah reaksi antara sabun dengan air:
CH3-(CH2)16-COONa(s) + H2O(aq)
→ CH3-(CH2)16-COOH(aq) + NaOH(aq)
Setelah
larut menambahkan 1-3 tetes indikator phenopthalein, Penambahan
indikator phenopthalein ini dilakukan agar mengetahui apakah larutan dalam suasana asam atau berada
dalam suasana basa. Dalam penambahan ini terjadi perubahan warna yang
semula bening menjadi keruh. Seperti terlihat pada gambar 2 dibawah:
Gambar
2:
larutan sabun ditambahkan 3 tetes penoptalein
Gambar 3: larutan
sabun sedang dipanaskan
Setelah itu dipanaskan seperti terlihat pada gambar 3 diatas hingga hampir mendidih, kemudian mendinginkannya. Setelah didinginkan mengencerkan larutan sabun menjadi 500
mL kedalam labu takar. seperti terlihat pada gambar 4
dibawah:
Gambar
4:
pengenceran larutan sabun menjadi 500 mL
Selanjutnya proses pengekstraksian yaitu mengambil
20 mL Larutan sabun ini menggunakan pipet tetes, memasukannya kedalam corong
pisah setelah
itu menambahkan 10 mL n-heksan. Ditambahkannya n-heksan karena agar lemak yang
ada pada larutan sabun dapat ditarik kedalam fasa organik, kemudian melakukan pengocokan 10-15 menit agar lemak terdistribusi kedalam fasa organik. setelah melakukan pengocok
an terbentuk emulsi pada larutan. Untuk menghilangkan emulsi kita menambahkan 10 mL
larutan NaCL jenuh, Berikut ini adalah reaksi penghilangan emulsi oleh NaCl jenuh:
CH3-(CH2)16-COOH(aq) + NaCl(aq)
→ CH3-(CH2)16-COOH(aq) + HCl(aq)
Kemudian mengocok lagi selama
10-15 menit dari pengocokan menghasilkan dua fasa yaitu fasa
atas n–heksan berwarna keruh, dan fasa bawah larutan sabun berwarna merah muda.
Seperti terlihat pada gambar 5 dibawah ini:
Gambar 5
: fasa
bawah (larutan sabun) berwarna merah muda
Pada
proses ekstraksi terbentuknya warna merah muda ini menandakan bahwa lemak dari
sabun baru sebagian kecil terdistribusi kedalam fasa organik yaitu, fasa atas
n-heksan. Oleh karena itu, untuk menghilangkan lemak yang berada
pada fasa bawah larutan sabun, maka kita melanjutkan proses ekstraksi yang
kedua.
Memisahkan larutan sabun dengan
n-heksan, dengan memutar pelan-pelan kran sampai pada batasan campuran,
kemudian memasukan kembali air kedalam corong pisah setelah itu menambahkan 10
mL n-heksan, kemudian melakukan pengocokan dan menghasilkan dua fasa, yaitu
fasa atas n -heksan berwarna sedikit keruh, dan fasa bawah larutan sabun
berwarna pink mudah. Seperti terlihat pada gambar 6 dibawah ini:
Gambar
6:
terbentuknya warna pink muda pada fasa bawah (air) pada proses ekstraksi kedua.
Warna pink mudah pada campuran menandakan
bahwa kadar lemak pada sabun semakin
banyak terdistribusi kedalam fasa atas n-heksan. Karena masih terdapat lemak
pada larutan sabun ditandai dengan warna pink muda, maka kita melakukan proses
ekstraksi yang ketiga.
Memisahkan kembali campuran air
dengan n-heksan, kemudian menambahkan 10 mL n-heksan, dan melakukan pengocokan selama 10-15 menit.
Setelah melakukan pengocokan perbedaan
campuran antara fasa bawah (H2O) dengan n-heksan semakin susah untuk
dibedakan karena terbentuk dua fasa yang hampir sama tingkat kekeruhannya. Seperti
terlihat pada gambar 7 dibawah ini:
Gambar
7:
ekstraksi ke-tiga, larutan terbentuk warna keruh hampir
bening
diantara kedua fasa.
Warna keruh yang ada pada larutan
sabun dan n-heksan menandakan bahwa sudah sebagian besar jumlah lemak yang terdistribusi
ke n-heksan.
Selanjutnya memisahkan campuran
n-heksan dari air, dengan memutar pelan-pelan kran corong pisah sampai pada
batasan antara kedua fasa. Setelah dipisahkan keduanya, memasukan kembali
n-heksan kedalam corong pisah dan menambahkan 20 mL metanol, kemudian
mengocoknya
10-15 menit. Daripada pengocokan
terbentuk dua fasa, dimana fasa bawah (metanol) menjadi bening sedangkan pada
fasa atas (n-heksan) tetap keruh. Setelah itu menyediakan erlenmeyer untuk memisahkan
campuran fasa atas (n-heksan) dari fasa bawah (metanol), dengan memutar
pelan-pelan kran sehingga kedua lapisan terpisah pada batasannya.
Selanjutnya
malakukan titrasi asam basa atau analisis volumetri kadar dalam asam lemak dimana
mengisi buret dengan NaOH 0,01 N sebagai titrannya dan n-heksan dalam
erlenmeyer sebagai titratnya. kemudian menambahkan 2 tetes indikator
phenoptalein kedalam n-heksan. Setelah dititrasi pada volume 0,9 mL NaOH terjadi
perubahan warna dari bening menjadi merah muda.
Berikut ini adalah reaksi akhir (pada proses titrasi):
CH3-(CH2)16-COOH(aq)+
NaOH(aq) →CH3-(CH2)16-COONa(aq)+
H2O(aq)
Langkah selanjutnya yaitu menghitung kadar asam lemak dalam sampel sabun
seperti pada perhitungan di atas, yaitu dalam 0,5 gram sampel mengandung 8,53% asam lemak.
Dari percobaan ini dapat diketahui bahwa sampel sabun yang dianalisis belum
memenuhi kriteria standar mutu sabun menurut SNI yang dapat dilihat pada tabel
berikut.
No
|
Uraian
|
Satuan
|
Tipe
I
|
Tipe
II
|
Supefat
|
1
|
Kadar
air
|
%
|
Maks.
15
|
Maks
15
|
Maks
15
|
2.
|
Jumlah
asam lemak
|
%
|
>10
|
64-70
|
>70
|
3.
|
Alkali
bebas (dihitung sebagai NaOH)
|
%
|
Maks
0,1
|
Maks
0,1
|
Maks
0,1
|
4.
|
Asam
lemak bebas dan atau lemak netral
|
%
|
<2,5
|
<2,5
|
2,5-7,5
|
5.
|
Minyak
mineral
|
-
|
Negatif
|
Negatif
|
Negatif
|
H.
Kesimpulan
Berdasarkan jenis basa yang digunakan,
sabun dibedakan menjadi dua yaitu sabun Natrium (menggunakan bahan dasar NaOH)
dikenal dengan sabun keras dan sabun kalium (menggunakan bahan dasar KOH) yaitu
sabun lunak. Untuk memperoleh sabun yang berfungsi khusus, perlu ditambahkan
zat aditif, antara lain: asam lemak bebas, gliserol, pewarna, aroma, pengkelat
dan antioksidan, penghalus, serta aditif kulit (skin aditif). Zat pemutih misalnya Titanium
dioksida (TiO2) ditambahkan ke dalam sabun berfungsi sebagai pemutih
sabun dan kulit. Zat pengkelat berupa EDTA. Berdasarkan percobaan didapatkan
presentase kadar asam lemak yang terdapat dalam sampel sabun “shinzui” yaitu
sebesar 8,53%.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim.2009.(online)Bahan ajar
kimia.http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/
2009/0700095/materi.htm.
Diakses pada 22:22. 12 Maret 2013.
Barifbrave.2009.(online) Penggolongan
lemak.http://barifbrave.wordpress.com/2009/10/02/
penggolongan-lemak-berdasarkan-kejenuhan-lemak-jenuh-dan-lemak-tak-jenuh/diakses
pada pukul 22:16.12 April 2013.
Bresnik : 2003.Intisari Kimia
Organik.
Madrasahqulbu
(online). Analisa Penentuan asam-asam
lemak.http://madrasahqolbu.
blogspot.com/2012/05/analisa-penentuan-asam-asam-lemak-pada
html. Diakses
pada pukul 21.18. tgl 21 April 2013
Nuryan,Taha.
2012.(online). Pemisahan dan
penentuan kadar asam. http://nuryantaha
chemistry10. blogspot.com/2012/04/pemisahan-dan-penentuan-kadar-asam.html.
Diakses pada 21:27 12 April 2013
Poedjiaji, A., Supriyanti, F.M.T.
2007. Dasar-dasar Biokimia Edisi Revisi.
Jakarta:
Universitas
Indonesia (UI) Press
Rukaesih,
2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta :
C.V Andi Offset.
Sukardjo.
1997. Kimia Fisika. Jakarta. Rineka
Cipta.
Team Teaching. 2013. Penuntun Praktikum Dasar-Dasar Pemisahan Analitik.
Laboratorium Kimia Gorontalo: UNG
[1] Madrasahqulbu (online). Analisa Penentuan asam-asam
lemak.http://madrasahqolbu.blogspot.com/2012
/05/analisa-penentuan-asam-asam-lemak-pada.html
Diakses pada pukul 21.18. tgl 21 April 2013
[2] Rukaesih, 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta : C.V Andi
Offset. Hal 20.
[3] Poedjiaji, A., Supriyanti,
F.M.T. 2007. Dasar-dasar Biokimia Edisi
Revisi. Jakarta: Universitas Indonesia (UI) Press Hal 75-77.
[4]
Nuryan,Taha.
2012.(online). Pemisahan dan
penentuan kadar asam. http://nuryantahachemistry10.
blogspot.com/2012/04/pemisahan-dan-penentuan-kadar-asam.html.
Diakses pada 21:27 12/04/2013
penggolongan-lemak-berdasarkan-kejenuhan-lemak-jenuh-dan-lemak-tak-jenuh/diakses
pada pukul 22:16.12 April 2 013
[6]Anonim.2009.(online)Bahan ajar kimia.http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/
2009/0700095/materi.htm. Diakses pada 22:22. 12
maret 2013.
[8]Sukardjo. 1997. Kimia Fisika. Jakarta. Rineka Cipta. Hal
23
Laboratorium Kimia Gorontalo: UNG
[10] Soebagio.2005,dkk.kimia analitik II.Malang:UM PRESS.hal
35-39
[11] Badan Standarisasi Nasional
BSN. 2014. Sabun Mandi. SNI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar